Jariku jembatan putus.
Kata-kata ini sebenarnya punya mimpi ke negeri seberang: Berbaring santai di kertas abu-abu mulus, bersanding kata-kata yang lebih dulu punya status. Dipandangi, digemasi, disenyumi, dan oleh wisatawan kuliner kata bisa dibilang maknyus.
Apalagi kalau bisa berbadan kekar sampai ukuran 48 pixel. Waktu dijadikan headline, pasti bisa kelihatan bagus.
Namun jariku jembatan kusut.
Berenang menyeberang pun tenggelam.
Yang paling kelam, hati yang ikut menyelam.
Karena jariku jembatan semut.
Karena hari-hariku, hanya bersemangat selimut.
.
.
(Februari 2010)