Waktu jalan-jalan ke Suramadu, apa kau masih ingat cita-citaku dulu waktu aku masih suka
mengisak ingus yang menggenangi hidungku?
Bersamamu aku ingin membangun jembatan baru. Membentang dari bulan kampung impianmu karena jadi astronot itu cita-citamu dulu, sampai ke Madura pulau garam agar bisa tergarami hidup dan hatimu yang selalu hambar, malang melintang tapi syukurlah tak jua menghitam.
Bersama jembatan itu aku ingin menghiburmu. Dengan pondasi yang memancang di lembut hatimu, kabelnya kan selalu bisa menarik-narik debar jantungku. Sebagai modal mengarungi samudera hidup baru dan mendahului perahu-perahu baru yang nyatanya cuma dari kayu yang berabu dan berbau asu. Kita namai jembatan itu dengan nama ‘Jembatan Bulan-madu’.
Mau tidak, sayangku?
Kuawali dengan
mengisak ingus yang menggenangi hidupmu.